KOMPETENSI FAKTOR PENTING BAGI INDIVIDU UNTUK SUKSES DALAM PEKERJAAN
A. Definisi Kompetensi
Kompetensi pada umumnya diartikan sebagai suatu kecakapan dan kemampuan. Kata dasarnya sendiri, yaitu kompeten yang berarti cakap, mampu, dan terampil. Pada konteks manajemen sumber daya manusia, istilah kompetensi mengacu pada atribut atau karakteristik seseorang yang yang membuatnya berhasil dalam pekerjaannya. Menurut Palan (dalam Ratnasari, 2019) istilah kompetensi merujuk pada keadaan atau kualitas mampu dan sesuai. Di samping itu, Mc Clelland mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik yang mendasar yang dimiliki individu yang berpengaruh langsung terhadap atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetesi adalah apa yang para outstanding performers lakukan lebih sering pada lebih banyak situasi dengan hasil yang lebih baik, daripada apa yang dilakukan para overage performers. Kompetensi juga diartikan sebagai kemampuan individu yang dapat terobservasi yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuia dengan perform yang telah ditetapkan (Gaol dalam Ratnasari, 2019).
Berdasarkan pendapat tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan atribut atau karakteristik individu yang mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang berpengaruh langsung terhadap kinerja atau dengan kata lain dapat memprediksi hasil kerja individu.
B. Konsep
Kompetensi
Konsep
kompetensi modern mulai diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Amerika
Serikat. Pada masa itu, penelitian banyak dilakukan oleh para ahli untuk
mengerti mengapa sebagian orang lebih berhasil dalam pekerjaannya dibandingkan
dengan kebanyakan orang. Pada tahun 1973, David Mc Clelland seorang professor
Harvard University dalam artikelnya berjudul “Testing for competence rather for intelligence” menyimpulkan
sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tes potensi akademik yang pada saat itu
banyak digunakan untuk memprediksi kinerja ternyata tidak memiliki korelasi
yang signifikan terhadap unjuk kerja individu. Tes-tes semacam itu juga
seringkali bias terhadap aspek budaya, jenis kelamin, dan strata sosial
ekonomi. Selanjutnya, Mc Clelland melakukan penelitian yang ekstensif untuk
menganalisis apa yang menyebabkan individu sukses dalam pekerjaannya dengan
membandingkan antara kelompok individu yang menunjukkan prestasi rata-rata. Fokus
perhatiannya adalah mengukur karakteristik dari individu yang mempunyai dampak
langsung terhadap prestasinya, bukan hanya sekedar pengukuran umum terhadap
kemampuan kognitif individu. Karakteristik inilah yang selanjutnya disebut
sebagai oleh Mc Clelland sebagai kompetensi.
Mc
Clelland menganalogikan kompetensi sebagai “Gunung Es” dimana keterampilan dan
pengetahuan membentuk puncaknya yang berada di atas air. Bagian yang berada di
bawah permukaan air tidak terlihat dengan mata telanjang, namun menjadi pondasi
dan memiliki pengaruh terhadap bentuk dari bagian yang berada di atas air.
Peran sosial dan citra diri berada pada bagian “sadar” individu, sedangkan
trait dan motif berada pada bagian “bawah sadar”.
Berikut merupakan penjelasan lebih rinci mengenai masing-masing kompetensi:
Ø Keterampilan: Keahlian atau kecakapan melakukan
sesuatu dengan baik. Misal: kemampuan mengemudi.
Ø Pengetahuan: Informasi yang dimiliki atau dikuasai
individu dalam bidang tertentu. Misal: mengerti ilmu manajemen keuangan.
Ø Peran Sosial: citra yang diproyeksikan individu
kepada orang lain (The outer self).
Misal: menjadi invidu yang berada dalam tim pro atau oposisi.
Ø Citra Diri: persepsi individu terhadap dirinya (The inner self). Misal: melihat atau
memposisikan dirinya sebagai seorang pemimpin.
Ø Trait: karakteristik yang relative konstan pada tingkah laku individu. Misal: menjadi seorang pendengar yang baik.
Ø Motif: pemikiran atau niat dasar yang konstan yang
mendorong individu untuk bertindak atau berperilaku. Misal: ingin selalu
dihargai, dorongan untuk mempengaruhi orang lain.
Keterampilan dan
pengetahuan lebih mudah untuk dikenali. Dua kompetensi ini juga relative lebih
mudah dibentuk dan dikembangkan melalui proses belajar dan pelatihan yang relative
singkat. Sebaliknya, peran sosial, citra diri, trait, dan motif tidak mudah dan
sulit untuk diidentifikasi serta membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki
dan mengembangkannya. Mc Clelland mengemukakan bahwa keterampilan dan
pengetahuan memiliki peran penting dalam keberhasilan individu, tetapi keempat
kompetensi lainnya memainkan peran yang jauh lebih besar. Hal ini sangat terasa
pada pekerjaan yang lebih strategis dan berada dalam hirarki lebih atas dalam
organisasi.
Pada akhir abad ke-18, focus penelitian adalah pada aspek kepribadian individu. Beragam tes kepribadian dikebangkan untuk dapat menilai korelasi antara kepribadian seseorang dengan keberhasilan dalam pekerjaannya. Aspek-aspek kepribadian yang dinilai sangat beragam, namun umumnya adalah karakter, sifat, traits, dan motif. Pada kurun waktu yang kurang lebih sama, pengetahuan dan keterampilan seputar pekerjaan tertentu sudah disepakati sebagai penentu keberhasilan individu. Sementara itu, intelegensi sudah jauh sebelumnya menjadi focus perhatian para ahli dalam mengidentifikasi faktor kunci sukses. Penelitian yang sudah dilakukan sejak lama nyatanya belum menghasilkan jawaban yang akurat. Hingga kini kita dapat melihat bahwa faktor-faktor tersebut seringkali memiliki korelasi yang kecil dengan kinerja individu, seperti contoh: karyawan dengan “kepribadian menarik” ternyata tidak customer oriented.
Beberapa tahun terakhir ini, istilah kompetensi menjadi popular di kalangan manajemen sumber daya manusia. Kompetensi dipercaya sebagai faktor kunci dalam keberhasilan yang tepat dianggap memiliki nilai prediksi yang valid terhadap kinerja seorang karyawan. Dengan demikian, kompetensi ambang batas atau esensial dibutuhkan untuk melakukan unjuk kerja yang tingkat kompetensinya minimal kuat atau rata-rata. Kompetensi ambang batas yang berbeda untuk pekerjaan tertentu dibutuhkan untuk memberikan model yang digunakan untuk seleksi karyawan, perencanaan suksesi, penilaian unjuk kerja, dan pengembangan. Untuk itu, terdapat bermacam-macam pendekatan mengenai model kompetensi, salah satunya adalah competency based HRM (menajemen SDM berdasarkan kompetensi). Intinya adalah perilaku karyawan yang paling bagus kinerjanya dijadikan tolak ukur. Perilaku ini menjadi patokan baku yang menggerakkan program SDM untuk engembangkan gugus kerja yang lebih efektif. Kompetensi ini diintegrasikan dalam system SDM. Standar perilaku karyawan yang paling baik kinerjanya dan terbukti mendukung strategi perusahaan menjadi dasar untuk kebijakan pengelolaan SDM, seperti rekrutmen, seleksi, imbalan, manajemen kinerja, promosi, dan pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ratnasari, S. L. (2019). Human capital MSDM. Jakarta: Qiara Media
Komentar
Posting Komentar