Renungan

Renungan Persahabatan
Sadarkah kita kawan, orang yang hanya berubah dengan waktu disebut menua, sedangkan yang berubah dengan keputusannya sendiri disebut mendewasa, sekolah maupun kuliah tidak mengajarkan apa yang harus kita fikirkan dalam hidup ini, tetapi mereka mengajarkan kita cara berpikir logis, analistis, dan praktis. Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu, sedangkan orang-orang yang terus belajar adalah pemilik masa depan. Yang terpenting dalam pembelajaran hidup ini adalah kita harus memilih arah jalan yang benar dan percaya pada diri sendiri. Maka setiap pagi yang membangunkan kita bukanlah alam,melainkan impian yang kita ingin capai. Terdapat 3 hal penting yang dapat dikutip dari B.J. Habibie, yaitu fakta, masalah, dan solusi. Tazakka, faktanya kita adalah satu tubuh kita adalah sahabat, oh bukan sahabat bahkan keluarga. Menghabiskan waktu yang lama dalam satu nada & irama. Tawa, canda, suka, dan duka kita lewati bersama. Ketahuilah suatu tubuh tidak akan bergerak tanpa adanya ruh. Mungkin angka 4 & 6 terlalu singkat untuk memahami isi hati & kepala diantara kita sehingga, ada sesuatu yang mengganjal ikatan kekeluargaan ini. Masalahnya adalah minimnya solidaritas. Perbedaan yang ada bukanlah suatu hal yang patut untuk di tertawakan dan diasingkan. Adanya perbedaan bukan untuk meretakkan, tapi adanya perbedaan untuk merekatkan. Kita memang tidak bisa mengubah garis kehidupan yang telah allah takdirkan dan kita tidak bisa mengubah kenyataan yang telah kita lewatkan. Tetapi kita bisa mengubah dunia dengan hati dan kepribadian. Sekuat apapun lisan ini berucap kita adalah keluarga nyatanya sangat sulit untuk mewujudkannya. Mungkin kita lebih senang hidup dalam kesndirian dari pada kebersamaan, mungkin kita merasa jenuh dengan keramaian sehingga kita lebih bahagia dengan termenung dalam kesepian, mungkin kita terlalu percaya diri untuk melakukan segala sesuatunya sendiri sehingga kita menolak uluran tangan yang mereka beri. Suatu ketika kita terjatuh ke dalam jurang kehancuran, hidup tak lagi bertujuan, harapan menjadi berantakan. Kemudian kemana kaki ini akan kita langkahkan? Bukankah kita lebih senang dalam kesendirian, kemudian kemana perasaan ini akan kita labuhkan? Bukankah kita lebih bahagia dalam kesepian, kemudian bagaimana cara membangkitkan diri kita kembali? Bukankah kita yang mengacuhkan uluran tangan mereka yang berdiri dan siap mendampingi. Itu semua karena kita mengorbankan diri untuk keegoisan, kita larut dalam kesedihan mendalam, kita malu untuk mengutarakan keluh kesah dan kekecewaan dan mampir sebentar barang hanya untuk bersandar, mungkin dengan begitu kita baru memahami apa itu kekeluargaan dalam persahabatan. Lembutkan hati kita agar tidak tergoda menyombongkan diri dan membuat orang lain membenci kita. Pandanglah orang yang selalu membantu kita disaat susah, janganlah sekali kita rela menjatuhkan orang yang saat susah bersamamu demi orang yang bersamamu di saat senang. Bila kegagalan itu bagai hujan, dan keberhasilan bagaikan matahari, maka kita butuh keduanya untuk melihat pelangi.
Mungkin kita tidak menyadari bahwa doa sahabat selalu menyertai walau raga tak bersama lagi. Karena sahabat sejati ialah dia yang tidak pernah meninggalkan kita bahkan ketika kita melakukan hal buruk baginya. Sahabat yang baik bukan yang pandai meminta, tetapi dia yang pandai menerima, berterima kasih, serta memberi kenyamanan dalam persahabatan. Sahabat tidak akan membungkus dan mengubur pukulan dengan kata-kata manis, tetapi dapat menyatakan apa yang ammat menyakitkan dengan tujuan agar kita berubah. Seorang sahabat tidak perlu selalu ada saat senang, karena sahabat akan selalu hadir di kala susah untuk menyenangkan. Meskipun berkilo-kilo jarak yang memisahkan, tapi sahabat tak pernah terlupakan. Karena sahabat tidak diukur seberapa jauh melainkan mengingat dengan ketulusan. Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya. Tahukah kalian selepas perpisahan 07 mei lalu bibir ini tersenyum bangga namun hati ini menanggung rasa sepi, ada duka yang begitu mendalam. Tersirat dalam benak akankah kita tersenyum dan tertawa lagi seperti dulu? Tapi kita yakin perpisahan itu bukanlah akhir dari segalanya dan kita yakin bahwa perpisahan itu tidak akan berangsur lama. Karena kita masih berada dibawah langit yang sama dan berpijak dia atas bumi yang sama pula. Ternyata keyakinan itu terwujud. Kini didepan, di samping, dan dibelakang kita tampak wajah yang kita kenal, yang kita harapkan untuk melihatnya, yang selalu mewarnai hari-hari kita, dikala sakit senantiasa menjaga, dikala butuh selalu sedia, dikala susah selalu ada, dan dikala suka turut berbahagia. Walau 4 & 6 tahun lalu diri ini jauh dari keluarga, tetapi betapa beruntungnya allah mempertemukan kita sebagai keluarga baru dan kisah baru, memulai merintis perjuangan yang diawali dengan tangisan. Jika perpisahan selama kurang lebih satu tahun ini menggoreskan luka, maka luka itu dapat disembuhkan hari ini dengan perjumpaan kita. Mungkin esok hari jiwa dan naluri ini akan kembali terluka atas perpisahan raga untuk yang kedua kalinya. Mungkin luka yang digoreskan akan lebih mendalam, karena ketakutan akan kesibukan yang akan menghalangi perjumpaan kita kembali atau bahkan tiada lagi waktu barang untuk menyapa lewat social media. Walau begitu, kita harus yakin bahwa kita selalu terikat, jalinan ukhuwah islamiyyah akan semakin erat. Bahkan semakin jauh kita langkahkan kaki, hati kita akan semakin dekat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUKUR KOMPETENSI

Tugas 4 Artificial Intelligence